QURAN dan TerJemahan ~ PerHatikan Pesanan Allah dlm KiTabNya ini

AL QURAN

Listen to Quran
~*~*~*Al-Quran OnLine

21 September, 2009

Selamat Datang Ramadhan Mubarak

Anwar Alawlaki

Selamat Datang Ramadhan Mubarak


Ramadhan adalah bulan dedikasi untuk Al Quran. Semoga kita semua bisa berhubungan dengan kebaikan sepanjang bulan suci ini.

Ramadhan Mubarak untuk kita semua. Kami memohon kepada Allah swt agar senantiasa membimbing kita melakukan perbuatan baik, dan berkenan menerima ibadah shaum dan doa kita.

Ramadhan adalah bulan Al Quran dan kebaikan. Ibnu Abbas mengatakan, “Saya tidak pernah melihat orang yang lebih baik lagi daripada Rasulullah, dan dia adalah orang yang paling murah hati ketika Jibril membacakan Quran dengannya.”

Imam Malik biasanya menutup semua buku hadis dan fiqihnya pada bulan Ramadhan dan mendedikasikan waktunya untuk Al Quran sepanjang bulan ini.
Allah swt berfirman bahwa Ramadhan adalah bulan di mana Al Quran diturunkan. Jadi, pembukaan Quran dimulai pada bulan Ramadhan.

Maka, saudara-saudariku, kita harus fokus pada Al Quran selama bulan suci ini. Janganlah kita pernah lupa bahwa Ramadhan adalah bulan di mana banyak peperangan besar terjadi, seperti perang yang biasa saja, perang Badar, dan juga penaklukan kota Mekkah yang terjadi pada bulan ini. Juga ada peperangan besar yang menyelamatkan bangsa Muslim dari invasi bangsa Mongol, yaitu pada perang Ayn Jalut.

Jadi jangan pernah juga kita melupakan bahwa saudara-sudara kita berjuang bersama kita, hendaknya untuk mereka itu kita senantiasa berdoa dan mengirimkan dukungan.

Kita harus bersyukur bahwa kita masih diberi kesempatan untuk berbuka shaum bersama keluarga kita, sementara ribuan saudara kita di penjara dan hanya Allah yang tahu kondisi mereka. Mereka adalah ribuan keluarga yang terpisahkan dari keluarga terkasihnya. Mari kita doakan mereka sepanjang Ramadhan ini.

Ya Allah, bebaskanlah saudara-saudara Muslim kami dari penjara para tiran, dan berkahilah mereka dengan rahmatmu. Ya Allah, terima lah perbuatan baik kami dan maafkanlah kesalahan-kesalahan kami selama ini. Amiin.
Wallahu'Alam.

http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/anwar-alawlaki-selamat-datang-ramadhan-mubarak.htm

Adab-Adab Berpuasa
A. Makan Sahur
Orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk makan sahur. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Amru bin Al-‘Ash z bahwa Rasulullah n bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحُوْرِ

“Perbedaan antara puasa kami dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)
Dari Salman z, Rasulullah n bersabda:

الْبَرَكَةُ فِيْ ثَلاَثَةٍ: الْجَمَاعَةِ وَالثَّرِيْدِ وَالسَّحُوْرِ

“Berkah ada pada 3 hal: berjamaah, tsarid (roti remas yang direndam dalam kuah), dan makan sahur.” (HR. Ath-Thabrani, 6/251, dengan sanad yang hasan dengan penguatnya, lihat Shifat Shaum An-Nabi oleh Ali Al-Halabi, hal. 44)
Disukai untuk mengakhirkan makan sahur berdasarkan hadits Anas dari Zaid bin Tsabit z, ia berkata:
Kami makan sahur bersama Rasulullah n kemudian beliau bangkit menuju shalat. Aku (Anas) bertanya: “Berapa jarak antara adzan1 dan sahur?” Beliau menjawab: “Kadarnya (seperti orang membaca) 50 ayat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Namun apa yang diistilahkan oleh kebanyakan kaum muslimin dengan istilah imsak, yaitu menahan (tidak makan) beberapa saat sebelum adzan Shubuh adalah perbuatan bid’ah karena dalam ajaran nabi n tidak ada imsak (menahan diri) kecuali bila adzan fajar dikumandangkan. Rasulullah n bersabda:

إِذَا أَذَّنَ بِلاَلٌ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍِ

“Apabila Bilal mengumandangkan adzan (pertama), maka (tetap) makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Bahkan bagi orang yang ketika adzan dikumandangkan masih memegang gelas dan semisalnya untuk minum, diberikan rukhshah (keringanan) khusus baginya sehingga dia boleh meminumnya.
Abu Hurairah z meriwayatkan bahwa Rasulullah n bersabda:

إِذَ سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءُ وَاْلإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i t dalam Al-Jami’ Ash-Shahih, 2/418-419)
Hukum makan sahur adalah sunnah muakkadah. Berkata Ibnul Mundzir: “Umat ini telah bersepakat bahwa makan sahur hukumnya sunnah dan tidak ada dosa bagi yang tidak melakukannya berdasarkan hadits Anas bin Malik z bahwa Rasulullah n bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةً

“Makan sahurlah, karena sesungguhnya pada makan sahur itu ada barakahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dianjurkan makan sahur dengan buah kurma jika ada, dan boleh dengan yang lain berdasarkan hadits Abu Hurairah z, bahwa Rasulullah n bersabda:

نِعْمَ السَّحُوْرِ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ

“Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah buah kurma.” (HR. Abu Dawud, 2/2345, dan Ibnu Hibban, 8/3475, Al-Baihaqi, 4/236, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)
Jika seseorang ragu apakah fajar telah terbit atau belum, maka boleh dia makan dan minum sampai dia yakin bahwa fajar telah terbit.
Firman Allah k:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Makan dan minumlah kalian hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar ….” (Al-Baqarah: 187)
Berkata As-Sa’di t: “Padanya terdapat (dalil) bahwa jika (seseorang) makan dan semisalnya dalam keadaan ragu akan terbitnya fajar maka (yang demikian) tidak mengapa.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 87)

B. Berbuka Puasa
Orang yang berpuasa dianjurkan untuk mempercepat berbuka jika memang telah masuk waktu berbuka. Tidak boleh menundanya meski ia merasa masih kuat untuk berpuasa. ‘Amr bin Maimun Al-Audi meriwayatkan:

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْجَلَ النَّاسِ إِفْطًارًا وَأَبْطَأَهُمْ سُحُوْرًا

“ Para shahabat Muhammad n adalah orang yang paling cepat berbukanya dan paling lambat sahurnya..” (HR. Al-Baihaqi, 4/238, dan Al-Hafidz Ibnu Hajar t menshahihkan sanadnya)
Berkata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t:
“Cepat-cepat berbuka puasa (dianjurkan) bila telah terbenam matahari, bukan karena adzan. Namun di waktu sekarang (banyak) manusia menyesuaikan adzan dengan jam-jam mereka. Maka bila matahari telah terbenam boleh bagi kalian berbuka walaupun muadzdzin belum mengumandangkan adzan.” (Asy-Syarh Al-Mumti’)
Buka puasa dilakukan dalam keadaan ia mengetahui dengan yakin bahwa matahari telah terbenam. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat di lautan dan semisalnya. Adapun hanya sekedar menduga dengan kegelapan dan semisalnya, maka bukan dalil atas terbenamnya matahari. Wallahu a’lam.
Mempercepat buka puasa adalah mengikuti Sunnah Rasulullah n. Sahl bin Sa’ad z meriwayatkan Rasulullah n bersabda:

لاَ تَزَالُ أُمَّتِيْ عَلَى سُنَّتِيْ مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُوْمَ

“Senantiasa umatku berada di atas Sunnahku selama mereka tidak menunggu (munculnya) bintang ketika hendak berbuka.” (HR. Al-Hakim, 1/599, Ibnu Hibban, 8/3510, dengan sanad yang shahih. Lihat Shifat Shaum An-Nabi hal. 63)
Mempercepat berbuka puasa akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya. Seperti yang diriwayatkan Sahl bin Sa’ad z bahwa Rasulullah n bersabda:

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِّطْرَ

“Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasa.” (HR. Al-Bukhari, 2/1856, dan Muslim, 2/1098)
Mempercepat berbuka puasa adalah perbuatan menyelisihi Yahudi dan Nashara. Abu Hurairah z berkata, Rasulullah n bersabda:

لاَ يَزَالُ هَذَا الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لأَنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَ

“Senantiasa agama ini nampak jelas selama manusia mempercepat buka puasa karena Yahudi dan Nashara mengakhirkannya.” (HR. Abu Dawud, 2/2353, Ibnu Majah, 1/1698, An-Nasai dalam Al-Kubra, 2/253, dan Ibnu Hibban, 8/3503, dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)
Selain itu, mempercepat buka puasa termasuk akhlak kenabian. Sebagaimana dikatakan ‘Aisyah x:

ثَلاَثٌ مِنْ أَخْلاَقِ النُّبُوَّةِ: تَعْجِيْلُ اْلإِفْطَارِ وَالتَّأْخِيْرُ السُّحُوْرِ وَوَضْعُ الْيَمِيْنِ عَلَى الشِّمَالِ فِي الصَّلاَةِ

“Tiga hal dari akhlak kenabian: mempercepat berbuka, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat.” (HR. Ad-Daruquthni, 1/284, dan Al-Baihaqi, 2/29)
Orang harus berbuka puasa lebih dahulu sebelum shalat Maghrib, berdasarkan hadits Anas z bahwa Rasulullah n berbuka puasa sebelum shalat (Maghrib) dan makanan yang paling dianjurkan untuk berbuka puasa adalah kurma. Anas bin Malik z berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٍ فَتُمَيْرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٍ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

“Adalah Nabi n berbuka dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat (Maghrib), bila tidak ada ruthab maka dengan tamr (kurma yang matang), bila tidak ada maka dengan beberapa teguk air..” (HR. Abu Dawud, 2/2356, dan At-Tirmidzi, 3/696, Ad-Daruquthni, 2/185, dengan sanad yang shahih, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)
Jangan lupa, berdoa sebelum berbuka puasa dengan doa:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى

“Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat dan telah tetap pahala insya Allah k.” (HR. Abu Dawud, 2/306 no.. 2357, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra, 2/255, Ad-Daruquthni, 2/185, Al-Baihaqi, 4/239, dari hadits Ibnu ‘Umar c dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)
Orang yang menjalankan ibadah puasa diharuskan menjauhkan perkataan dusta sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abu Hurairah z, bersabda Rasulullah n:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, maka tidak ada keinginan Allah pada puasanya” (HR. Bukhari no. 1804)

1 Yang dimaksud adalah iqomah, karena terkadang iqomah disebut adzan, wallahu a’lam. Yang dimaksud dengan sahur adalah akhir waktu sahur yaitu ketika masuk waktu shubuh, sebagaimana akan lebih jelas pada artikel 'Sahur dan Berbuka', -red.


Pembatal Puasa

a. Makan dan minum dengan sengaja
Allah k berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Makan dan minumlah hingga jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam dari fajar kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam.” (Al-Baqarah: 187)
Namun jika seseorang lupa maka puasanya tidak batal, berdasarkan hadits Rasulullah n:

إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ

“Jika ia lupa lalu makan dan minum maka hendaklah dia sempurnakan puasanya karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” (HR. Al-Bukhari no. 1831 dan Muslim no. 1155)

b. Keluar darah haidh dan nifas
Hal ini sebagaimana dikatakan ‘Aisyah x:
“Adalah kami mengalami (haidh), maka kami diperintahkan untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan meng-qadha shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Para ulama telah sepakat dalam perkara ini.

c. Melakukan hubungan suami istri di siang hari Ramadhan
Hal ini berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah, dan kesepakatan para ulama. Bagi yang melakukannya diharuskan membayar kaffarah yaitu membebaskan budak, bila tidak mampu maka berpuasa dua bulan secara terus-menerus, dan bila tidak mampu juga maka memberi makan 60 orang miskin. Tidak ada qadha baginya menurut pendapat yang kuat. Hukum ini berlaku secara umum baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Adapun bila seseorang melakukan hubungan suami istri karena lupa bahwa dia sedang berpuasa, maka pendapat yang kuat dari para ulama adalah puasanya tidak batal, tidak ada qadha dan tidak pula kaffarah. Hal ini sebagaimana hadits Abu Hurairah z bahwa Rasulullah n bersabda:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ نَاسِيًا فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلاَ كَفَّارَةَ

“Barangsiapa yang berbuka sehari di bulan Ramadhan karena lupa, maka tidak ada qadha atasnya dan tidak ada kaffarah (baginya).” (HR. Al-Baihaqi, 4/229, Ibnu Khuzaimah, 3/1990, Ad-Daruquthni, 2/178, Ibnu Hibban, 8/3521, dan Al-Hakim, 1/595, dengan sanad yang shahih)
Kata ifthar mencakup makan, minum dan bersetubuh. Inilah pendapat jumhur ulama dan dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Asy-Syaukani rahimahumallah.

d.. Berbekam
Ini termasuk perkara yang membatalkan puasa menurut pendapat yang rajih, berdasarkan hadits Rasulullah n:

أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُوْمُ

“Telah berbuka (batal puasa) orang yang berbekam dan yang dibekam.” (HR. At-Tirmidzi, 3/774, Abu Dawud, 2/2367;2370;2371, An-Nasai, 2/228, Ibnu Majah no. 1679,dan lainnya)
Hadits ini shahih dan diriwayatkan dari kurang lebih 18 orang shahabat dan dishahihkan oleh para ulama seperti Al-Imam Ahmad, Al-Bukhari, Ibnul Madini dan yang lainnya. Ini merupakan pendapat Al-Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah serta dikuatkan oleh Ibnul Mundzir.
Ada beberapa perkara lain yang juga disebutkan sebagian para ulama bahwa hal tersebut termasuk pembatal puasa, di antaranya:

a. Muntah dengan sengaja
Namun yang rajih dari pendapat ulama bahwa muntah tidaklah membatalkan puasa secara mutlak sengaja atau tidak sengaja. Sebab asal puasa seorang muslim adalah sah, tidaklah sesuatu itu membatalkan kecuali dengan dalil. Adapun hadits Abu Hurairah z bahwa Rasulullah n bersabda:

مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ وَمَنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

“Barangsiapa yang dikalahkan oleh muntahnya maka tidak ada sesuatu atasnya dan barangsiapa yang sengaja muntah maka hendaklah dia meng-qadha (menggantinya).” (HR. Ahmad, 2/498, At-Tirmidzi, 3/720, Abu Dawud, no. 2376 dan 2380, Ibnu Majah no. 1676)
Hadits ini dilemahkan oleh para ulama, di antaranya Al-Bukhari dan Ahmad. Juga dilemahkan oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi t.
Namun jika muntah tersebut keluar lalu dia sengaja memasukkannya kembali maka hal ini membatalkan puasanya.

b. Menggunakan cairan penngganti makanan seperti infus
Terjadi perselisihan di kalangan para ulama, dan yang rajih bahwa suntikan terbagi menjadi dua bagian:
1). Suntikan yang kedudukannya sebagai pengganti makanan maka hal ini membatalkan puasanya, sebab nash-nash syari’at bila didapatkan pada sesuatu yang termasuk dalam penggambaran yang sama maka dihukumi sama seperti yang terdapat dalam nash.
2).Suntikan yang tidak berkedudukan sebagai pengganti makanan, maka hal ini tidaklah membatalkan puasa sebab gambarannya tidak seperti yang terdapat dalam nash baik lafadz maupun makna, tidak dikatakan makan dan tidak pula minum dan tidak pula termasuk dalam makna keduanya.. Dan asalnya adalah sahnya puasa seorang muslim sampai meyakinkan pembatalnya berdasarkan dalil yang syar’i. (lihat fatwa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t dalam Fatawa Islamiyyah: 2/130, fatwa Asy-Syaikh Bin Baaz t dalam Fatawa Ramadhan: 2/485, dan Fatwa Lajnah Da’imah: 2/486, dan fatwa Syaikhul Islam t dalam Haqiqotus Shiyam: 54-60).
Namun Asy-Syaikh Muqbil t menasehatkan bagi orang yang sakit untuk berbuka dan tidak berpuasa agar tidak terjatuh ke dalam sesuatu yang menimbulkan syubhat. (Min Fatawa Ash-Shiyaam: 6)

c. Onani
Pendapat yang rajih dari pendapat para ulama bahwa onani tidaklah membatalkan puasa, namun termasuk perbuatan dosa yang diharamkan melakukannya baik ketika berpuasa maupun tidak. Allah k berfirman menyebutkan di antara ciri-ciri orang mukmin:

وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حَافِظُوْنَ. إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُوْنَ

“Dan (mereka adalah) orang yang memelihara kemaluannya, kecuali kepada istri-istrinya atau budak wanita yang mereka miliki. Maka sesungguhnya (hal itu) tidak tercela. Maka barangsiapa yang mencari selain itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mu’minun: 5-7)


Hal-Hal yang Diperbolehkan Bagi Orang yang Berpuasa

a. Bersiwak
Rasulullah n bersabda:

لَوْ لاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ

“Jika aku tidak memberatkan umatku, niscaya akan kuperintahkan mereka bersiwak setiap hendak shalat.” (Muttafaq ‘alaih)

b. Masuknya waktu fajar dalam keadaan junub
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah dan Ummu Salamah c bahwa Nabi n mendapati waktu fajar dalam keadaan junub setelah (bersetubuh dengan) istrinya, kemudian beliau mandi dan berpuasa. (Muttafaq ‘alaihi)

c. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung asal tidak berlebihan
Laqith bin Shabirah meriwayatkan bahwa Rasulullah n bersabda:

وَبَالِغْ فِي اْلإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا

“Dan bersungguh-sungguhlah kalian dalam ber-istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) kecuali bila kalian berpuasa.” (HR. Abu Dawud, 1/132, dan At-Tirmidzi, 3/788, An-Nasai, 1/66, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t)

d. Menggauli istri selain bersetubuh
Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Aisyah x:
“Adalah Rasulullah nmencium (istrinya) dan beliau berpuasa, menggaulinya  (bukan jima’) dan beliau berpuasa.” (Muttafaqun ‘alaihi)

e. Mencicipi makanan dan menciumnya asal tidak memasukkan ke dalam kerongkongannya
Berkata Ibnu ‘Abbas c:
“Tidak mengapa seseorang mencicipi cuka atau sesuatu (yang lain) selama tidak masuk kerongkongannya dalam keadaan dia berpuasa.” (Diriwayatkan Al-Bukhari secara mu’allaq dan disambung sanadnya oleh Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi)

f. Mandi di siang hari
Sebagaimana yang terdapat pada kisah junub Nabi n yang telah lalu.

Perbuatan yang Dianjurkan di bulan Ramadhan

a. Memperbanyak shadaqah
b. Memperbanyak bacaan Al Qur’an, dzikir, doa, dan shalat
Ibnu ‘Abbas c meriwayatkan:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُوْنُ فِيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

“Rasulullah n adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya lalu membacakan padanya Al Qur`an.” (HR. Al-Bukhari)

c. Memberikan makan kepada orang yang berbuka puasa
Rasulullah n bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barangsiapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya seperti pahala (yang berpuasa) dalam keadaan tidak berkurang sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (HR. Ahmad, 4/114, At-Tirmidzi, 3/807, Ibnu Majah, 1/1746, Ad-Darimi no. 1702, dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih At-Tirmidzi).

Wallahul muwaffiq.




LadingEmas27@gmail.com

PuLangkan iLMU


Memulang semula sihir kepada tukang sihir (D.I.Y)

Salam, ini langkah terakhir jika anda tidak lagi dapat bersabar dengan orang yang selalu mengulang sihir kepada anda walaupun anda telah banyak kali berubat. Kaedah ini adalah untuk memulangkan semula sihir yang telah dikenakan balik kepada yang menghantarnya.

Caranya;


Pasang Niat duhulu...
Jangan baca "Bismillahirrahmanirrahim" untuk amalan ini tapi cukuplah "Bismillah"
sahaja. Klu terbaca juga, tunggu 30 saat kemudian ulang semula amalan.

1) Baca Selawat Ibrahimiyah 3x

2) Kemudian Baca Surah Hud penuh 1x [Keluruhan Surah al_Hud]

3) Akhiri dengan Selawat Ibrahimiyah 3x.

Anda boleh amalkan selama 3 hari berturut-turut, atau selama mana anda rasa perlu. Dan jangan cerita kat orang anda ada buat amalan ni.

PS: Bagi sapa yang taktau Selawat Ibrahimiyah, ia adalah bacaan solat masa Tahhiyatul (Tasyahud) Akhir.

Lading_Emas

15 September, 2009

Kisah-kisah Sufi


Kisah-kisah Sufi

oleh Idries Shah


ORANG YANG MENYADARI KEMATIAN

Konon, ada seorang raja darwis yang berangkat mengadakan
perjalanan melalui laut. Ketika penumpang-penumpang lain
memasuki perahu satu demi satu, mereka melihatnya dan
sebagai lazimnya --merekapun meminta nasehat kepadanya. Apa
yang dilakukan semua darwis tentu sama saja, yakni memberi
tahu orang-orang itu hal yang itu-itu juga: darwis itu
tampaknya mengulangi saja salah satu rumusan yang menjadi
perhatian darwis sepanjang masa.

Rumusan itu adalah: "Cobalah menyadari maut, sampai kau tahu
maut itu apa." Hanya beberapa penumpang saja yang secara
khusus tertarik akan peringatan itu.

Mendadak ada angin topan menderu. Anak kapal maupun
penumpang semuanya berlutut, memohon agar Tuhan
menyelamatkan perahunya. Mereka terdengar berteriak-teriak
ketakutan, menyerah kepada nasib, meratap mengharapkan
keselamatan. Selama itu sang darwis duduk tenang, merenung,
sama sekali tidak memberikan reaksi terhadap gerak-gerik dan
adegan yang ada disekelilingnya.

Akhirnya suasana kacau itu pun berhenti, laut dan langit
tenang, dan para penumpang menjadi sadar kini betapa tenang
darwis itu selama peristiwa ribut-ribut itu berlangsung.

Salah seorang bertanya kepadanya, "Apakah Tuan tidak
menyadari bahwa pada waktu angin topan itu tak ada yang
lebih kokoh daripada selembar papan, yang bisa memisahkan
kita dari maut?"

"Oh, tentu," jawab darwis itu. "Saya tahu, di laut selamanya
begitu. Tetapi saya juga menyadari bahwa, kalau saya berada
di darat dan merenungkannya, dalam peristiwa sehari-hari
biasa, pemisah antara kita dan maut itu lebih rapuh lagi."

Catatan

Kisah ini ciptaan Bayazid dari Bistam, sebuah tempat
disebelah selatan Laut Kaspia. Ia adalah salah seorang
diantara Sufi Agung zaman lampau, dan meninggal pada paroh
kedua abad kesembilan.

Ayahnya seorang pengikut Zoroaster, dan ia menerima
pendidikan kebatinannya di India. Karena gurunya, Abu-Ali
dari Sind, tidak menguasai ritual Islam sepenuhnya, beberapa
ahli beranggapan bahwa Abu-Ali beragama Hindu, dan bahwa
Bayazid tentunya mempelajari metode mistik India. Tetapi
tidak ada ahli yang berwewenang, diantara Sufi, yang
mengikuti anggapan tersebut. Para pengikut Bayazid termasuk
kaum Bistamia.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

ORANG YANG BERJALAN DI ATAS AIR

ORANG YANG BERJALAN DI ATAS AIR

Seorang darwis yang suka berpegang pada kaidah, yang berasal
dari mazhab sangat saleh, pada suatu hari berjalan menyusur
tepi sungai. Ia memusatkan perhatian pada pelbagai masalah
moral dan ajaran, sebab itulah yang menjadi pokok perhatian
pengajaran Sufi dalam mazhabnya. Ia menyamakan agama
perasaan dengan pencarian Kebenaran mutlak.

Tiba-tiba renungannya terganggu oleh teriakan keras:
seseorang terdengar mengulang-ngulang suatu ungkapan darwis.
"Tak ada gunanya itu," katanya kepada diri sendiri, "sebab
orang itu telah salah mengucapkannya. Seharusnya
diucapkannya YA-HU, tapi dia mengucapkannya U-YA-HU."

Kemudian ia menyadari bahwa, sebagai Darwis yang lebih
teliti, ia mempunyai kewajiban untuk meluruskan ucapan orang
itu. Mungkin orang itu tidak pernah mempunyai kesempatan
mendapat bimbingan yang baik, dan karenanya telah berbuat
sebaik-baiknya untuk menyesuaikan diri dengan gagasan yang
ada di balik suara yang diucapkannya itu.

Demikianlah Darwis yang pertama itu menyewa perahu dan pergi
ke pulau di tengah-tengah arus sungai, tempat asal suara
yang didengarnya tadi.

Didapatinya orang itu duduk disebuah gubuk alang-alang,
bergerak-gerak sangat sukar teratur mengikuti ungkapan yang
diucapkannya itu. "Sahabat," kata darwis pertama, "Anda
keliru mengucapkan ungkapan itu. Saya berkewajiban
memberitahukan hal ini kepada Anda, sebab ada pahala bagi
orang yang memberi dan menerima nasehat. Inilah ucapan yang
benar." Lalu di beritahukannya ucapan itu.

"Terima kasih," kata darwis yang lain itu dengan rendah
hati.

Darwis pertama turun ke perahunya lagi, sangat puas, sebab
baru saja berbuat amal. Bagaimanapun, kalau orang bisa
mengulang-ngulang ungkapan rahasia itu dengan benar, ada
kemungkinan bisa berjalan diatas air. Hal itu memang belum
pernah disaksikannya sendiri tetapi --berdasarkan alasan
tertentu-- darwis pertama itu ingin sekali bisa melakukannya.

Kini ia tak mendengar lagi suara gubuk alang-alang itu,
namun ia yakin bahwa nasehatnya telah dilaksanakan
sebaik-baiknya.

Kemudian didengarnya kembali ucapan U-YA yang keliru itu
ketika darwis yang di pulau tersebut mulai mengulang-ngulang
ungkapannya.

Ketika darwis pertama merenungkan hal itu, memikirkan betapa
manusia memang suka bersikeras mempertahankan kekeliruan,
tiba-tiba disaksikannya pandangan yang menakjubkan. Dari
arah pulau itu, darwis kedua tadi tampak menuju perahunya,
berjalan diatas air.

Karena takjubnya, ia pun berhenti mendayung. Darwis keduapun
mendekatinya, katanya, "Saudara, maaf saya mengganggu Anda.
Saya datang untuk menanyakan cara yang benar untuk
mengucapkan ungkapan yang Anda beritahukan kepada saya tadi;
sulit benar rasanya mengingat-ingatnya."

Catatan

Dalam Bahasa Indonesia, hanya satu arti yang bisa
diungkapkan oleh kisah ini. Dalam versi Arab sering
dipergunakan kata-kata yang bunyinya sama tetapi berbeda
arti (homonim) untuk menyatakan bahwa kata itu bisa
dipergunakan untuk memperdalam kesadaran, disamping juga
menunjukkan sesuatu yang nilainya dangkal.

Di samping terdapat dalam sastra masa kini yang populer di
Timur, kisah ini juga didapati dalam naskah-naskah pelajaran
darwis, beberapa diantaranya sangat penting.

Versi ini berasal dan Kaum Asaaseen ('hakiki,' 'asli'), di
Timur Dekat dan Tengah.

(cerita serupa dari tradisi Kristiani)

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

Kisah-kisah Sufi

Kisah-kisah Sufi



oleh Idries Shah

RAKSASA DAN SUFI

Seorang ahli sufi yang sedang  mengadakan  perjalanan  lewat
sebuah perbukitan yang terpencil tiba-tiba berhadapan dengan
raksasa--setan tinggi  besar,  yang  akan  menghancurkannya.
Sufi  itu  berkata,  "Baik,  silahkan mencobanya; tetapi aku
bisa mengalahkanmu, sebab aku sangat perkasa dalam  pelbagai
hal,  lebih  dari  yang kau bayangkan." "Omong kosong," kata
Raksasa. "Kau ahli Sufi, yang terpikat pada masalah  rohani.
Kau  tak  akan  bisa  mengalahkan  aku,  sebab  aku memiliki
kekuatan badaniah, aku tiga puluh kali lebih besar darimu."

"Kalau kau menginginkan uji  kekuatan,"  kata  Sufi,  "ambil
batu ini dan perahlah air darinya." Ia memungut sebutir batu
kecil lalu memberikannya kepada Si Setan.  Setelah  berusaha
sekuat  tenaga,  Raksasa itu menyerah. "Tak mungkin; tak ada
air dalam batu ini. Coba tunjukkan kalau memang ada airnya."
Dalam  keremang-remangan, Sang Sufi mengambil batu itu, juga
mengambil  sebutir  telur  dari  kantungnya,  lalu   memerah
keduanya,  meletakkan tangannya di atas tangan Raksasa. Sang
Raksasa sangat terkesan; sebab orang  memang  suka  terkesan
oleh   hal-hal   yang   tidak  dipahami,  dan  menghargainya
tinggi-tinggi, lebih  tinggi  dari  yang  seharusnya  mereka
berikan.

"Aku harus memikirkan hal ini," katanya. "Mari kuajak kau ke
guaku,  dan  akan  ku jamu  kau  malam   ini."   Sang   Sufi
mengikutinya  masuk  ke  sebuah gua yang sangat besar, penuh
dengan barang-barang milik  para  pengembara  tersesat  yang
sudah    dibunuh,    benar-benar   merupakan   gua   Aladin.
"Berbaringlah disebelahku, dan  tidurlah,"  kata  Si  Setan,
"besok  aku  akan memberikan keputusan." Iapun membaringkan
dirinya dan segera tertidur.

Sang Sufi,  yang  secara  naluri  mengetahui  adanya  bahaya
pengkhianatan,    segera    merasa    harus    bangkit   dan
menyembunyikan diri ditempat yang agak  jauh  dari  Raksasa.
Itu  dilakukannya  sesudah  mengatur  tempat  pembaringannya
tadi, agar seolah-olah nampak ia masih  tidur  disamping  Si
Raksasa

Tidak  lama  setelah  ia  pindah  tempat itu, Si Raksasa pun
bangun. Ia mengambil sebuah  batang  pohon,  menghajar  Ahli
Sufi  yang  dikiranya  masih  tidur  disebelahnya itu dengan
tujuh pukulan yang sangat  kuat.  Lalu  ia  berbaring  lagi,
langsung  tidur. Sang Sufi kembali ketempat tidurnya semula,
berbaring lalu memanggil Raksasa.

"O Raksasa, guamu ini sangat menyenangkan, tetapi  aku  baru
saja  digigit  nyamuk  tujuh  kali.  Kau harus menyingkirkan
nyamuk itu."

Hal ini tentu saja sangat mengejutkan  Raksasa  sehingga  ia
tidak  berani  lagi menyerang Sang Sufi. Bagaimanapun, kalau
seorang telah dipukul tujuh kali dengan sebuah batang  pohon
oleh Raksasa yang menggunakan tenaga sekuat-kuatnya...

Paginya,  Si  Raksasa  memberikan kantong kulit lembu kepada
Sang Sufi, katanya, "Ambil air untuk makan pagi,  agar  kita
bisa  membuat  teh."  Sang  Sufi tidak mengambil kantong itu
(yang begitu besar sehingga diangkatpun sulit), tetapi pergi
menuju  ke  sebuah  sungai  kecil untuk menggali saluran air
kecil ke arah gua. Si Raksasa menjadi haus, "Kenapa tak  kau
bawa air?"

"Sabar,  Sobat,  saya  sedang  membuat  saluran tetap menuju
mulut gua, agar nantinya kau tak usah  membawa-bawa  kantong
berat  itu  untuk mengambil air." Tetapi Raksasa itu terlalu
haus dan tak sabar menanti. Diambilnya  kantong  kulit  itu,
lalu  ia  menuju ke sungai mengisinya dengan air. Ketika teh
sudah tersedia, ia meminum beberapa  galon,  dan  pikirannya
mulai  menjadi agak jernih. "Kalau kau memang kuat --dan kau
memang telah  membuktikannya--  kenapa  tak  bisa  kau  gali
saluran itu secara cepat, tetapi sejengkal demi sejengkal?"

"Sebab,"  kata  Sang Sufi, "tak ada hal yang sungguh-sungguh
berharga bisa dikerjakan tanpa penggunaan  tenaga  sesedikit
mungkin.    Setiap    hal    menuntut    penggunaan   tenaga
sendiri-sendiri;  dan  saya  menggunakan  tenaga   sesedikit
mungkin  untuk  menggali  saluran.  Disamping  itu, aku tahu
bahwa kau begitu  terbiasa  menggunakan  kantong  kulit  itu
sehingga tidak bisa meninggalkan kebiasaanmu."

Catatan

Kisah  ini sering terdengar di warung-warung di Asia Tengah,
dan menyerupai cerita rakyat di Eropa pada abad pertengahan.
Versi  ini berasal dari suatu Majmua (kumpulan kisah darwis)
yang aslinya ditulis  oleh  Hikayati  pada  abad  kesebelas,
menurut  kolofon,  tetapi dalam bentuknya yang kita baca ini
ia berasal dari abad ke enam belas.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H   S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)

Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984

14 September, 2009

Sifat 20 utk Allah

Sifat 20 Bagi ALLAH


Sifat-sifat Allah yang wajib diketahui oleh orang-orang Islam yang terkandung di dalam al-Quran berjumlah 20 sifat. Termasuk juga sifat-sifat Mustahil yang wajib diketahui.

BIL : 1
SIFAT WAJIB : WUJUD
MAKNA : Ada
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu ada. Mustahil Allah itu tiada.

~*~Sifat 20v1


BIL : 2
SIFAT WAJIB : QIDAM
MAKNA : Sedia
SIFAT MUSTAHIL : Allah itu sedia ada. Mustahil didahului oleh Adam (tiada)


~*~Sifat 20v2

BIL : 3
SIFAT WAJIB : BAQA
MAKNA : Kekal
SIFAT MUSTAHIL : Allah itu bersifat kekal. Mustahil ia dikatakan fana (binasa)

BIL : 4
SIFAT WAJIB : MUKHALAFATUHU LILHAWADIS
MAKNA : Tidak sama dengan yang baharu
SIFAT MUSTAHIL : Allah itu tidak mempunyai sifat-sifat yang baharu yakni dijadikan dan dihancurkan. Mustahil bersamaan dengan yang baharu.

BIL : 5
SIFAT WAJIB : QIYAMUHUU BINAFSIH
MAKNA : Berdiri dengan dirinya sendiri
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu bersendiri. Mustahil tidak berdiri dengan dirinya sendiri atau berdiri pada lainnya.

BIL : 6
SIFAT WAJIB : WAHADAANIYAT
MAKNA : Esa
SIFAT MUSTAHIL : Allah itu Maha Esa Dzat-Nya, Esa sifat-Nya dan esa juga perangai-Nya. Mustahil ia mempunyai Dzat, sifat dan perangai yang berbilang-bilang.

BIL : 7
SIFAT WAJIB : QUDRAT
MAKNA : Kuasa
SIFAT MUSTAHIL : Alah Taala itu Maha Berkuasa. Mustahil Allah itu lemah atau tidak berkuasa.

BIL : 8
SIFAT WAJIB : IRADAT
MAKNA : Menentukan
SIFAT MUSTAHIL : Allah itu Menentukan segala-galanya. Mustahil Allah Taala itu terpaksa dan dipaksa.

BIL : 9
SIFAT WAJIB : ILMU
MAKNA : Mengetahui
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu amat mengetahui segala-galanya. Mustahil Allah tidak mengetahui.

BIL : 10
SIFAT WAJIB : HAYAT
MAKNA : Hidup
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu sentiasa hidup yakni sentiasa ada. Mustahil Allah Taala itu tiada atau mati.

BIL : 11
SIFAT WAJIB : SAMA'
MAKNA : Mendengar
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu tidak tuli (pekak). Mustahil Allah tuli atau tidak mendengar.

BIL : 12
SIFAT WAJIB : BASAR
MAKNA : Melihat
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu sentiasa melihat. Mustahil Allah Taala itu buta.

BIL : 13
SIFAT WAJIB : KALAM
MAKNA : Berkata-kata
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu berkata-kata. Mustahil Allah Taala itu tidak bercakap atau bisu.

BIL : 14
SIFAT WAJIB : QOODIRUN
MAKNA : Maha Kuasa
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu amat berkuasa sifatnya. Mustahil bagi Allah memiliki sifat lemah atau tidak berkuasa.

BIL : 15
SIFAT WAJIB : MURIIDUN
MAKNA : Menentukan
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu berkuasa menentukan apa yang dikehendakinya. Mustahil sifatnya terpaksa atau dipaksa.

BIL : 16
SIFAT WAJIB : 'ALIMUN
MAKNA : Maha Mengetahui
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu maha mengetahui. Mustahil Allah Taala itu jahil atau tidak mengetahui.

BIL : 17
SIFAT WAJIB : HAYUUN
MAKNA : Hidup
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu Maha Hidup dan menghidupkan alam ini. Mustahil pula Allah itu mati.

BIL : 18
SIFAT WAJIB : SAMI'UN
MAKNA : Mendengar
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu maha mendengar. Mustahil jika Allah Taala tidak mendengar atau tuli.

BIL : 19
SIFAT WAJIB : BASIIRUN
MAKNA : Melihat
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu melihat semua kejadian di muka bumi. Mustahil jika sifat Allah itu tidak melihat atau buta.

BIL : 20
SIFAT WAJIB : MUTAKALLIMUN
MAKNA : Maha Berkata-kata
SIFAT MUSTAHIL : Allah Taala itu berkata-kata. Mustahil jika Allah Taala bisu atau tidak boleh berkata-kata.

http://www.ipislam.edu.my/index.php/artikel/read/209/sifat-20-bagi-allah 
Di pos oleh Arbain Muhayat pada 08 June 2008


~*~Sifat 20v3



~*~Sifat 20v4



~*~Sifat 20v5



~*~Sifat 20v6



~*~Sifat Sifat ALLAH - Ustaz Kazim Elias
Huraian Kitab HIDAYATUL MUTAFAKIRIN siri ke-1



~*~Siapa Wali ALLAH - Ustaz Kazim Elias



~*~16. Mengenal 10 Sifat Wali Allah - Ustaz Kazim Elias

13 September, 2009

Ramadhan -- Apa yg lebih baik..

TAZKIRAH RAMADAN
Oleh Tuan Guru Dato’ Dr. Haron Din
APAKAH DOA YANG PALING UTAMA DI BULAN RAMADAN?
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah
sekalian. Kedatangan bulan Ramadhan
walaupun menjadi suatu kebiasaan kepada
kebanyakan orang, tetapi sebenarnya ianya
menjadi suatu mercu tanda kepada orang-orang
yang ingin mencapai kepada matlamat
penghidupan yang sebenarnya iaitu seperti
yang disebutkan oleh Allah swt khususnya
dalam kontek kita berpuasa disebutkan sebagai
“La ‘al lakum tat takuun” maksudnya
dengannya kamu akan memperolehi darjat
ketaqwaan kepada Allah swt. Menjadi suatu
yang agak lumrah kepada insan, biasa disebut,
di hafal dan diingati kalimah ini “La ‘al lakum tat takuun”, tetapi pernahkah,
sampaikah kita ke tahap “tat takuun” itu bila sampai Ramadan dan berakhir
Ramadan?
Sampaikah kita kepada apa yang nabi sebut kepada isteri-isterinya dan kepada
sahabat-sahabatnya iaitu “Faya ‘ajaban liman adraka ramada na fala yukh
farulah”, iaitu maksudnya “Alangkah hairannya (ajaibnya) bagi orang yang
telah sampai umurnya kepada menjelang Ramadan, apabila habis Ramadan
hairan kalau dia tidak mengambil kesempatan untuk Allah mengampunkan
semua dosa-dosanya”.
Tidak ada insan yang tidak berdosa melainkan nabi yang maksom. Kita lihat
dizaman ini banyak perkara yang terpaksa kita telan dan kita tempuh. Akibatnya
kita terpaksa menerima kemurkaan-kemurkaan Allah swt. kepada hambahambanya.
Kita lihat dari bala bencana, musibah demi musibah, kita lihat dari
berbagai-bagai kejadian yang tidak menyenangkan menunjukkan bahawa adanya
kemurkaan Allah. Allah tidak akan murka melainkan kerana besarnya dosa
manusia. Kerana itu datang ramadan, memanglah boleh menghairankan orang yang
sempat hidup sampai Ramadan, apabila habis Ramadan dosa dia tidak terampun.
Sebab itu Siti Aisyah radiaAllahhu anha ingin sangat untuk bertemua peluang
dengan malam Qadar (Lailatul Qadar), dia bertanya kepada nabi “Bilakah berlaku
malam Qadar?”. Nabi bertanya kepada Aisyah semula “Apakah kamu nak buat bila
kamu bertemu dengan malam Qadar?”. Aisyah menjawab “Saya tak tahu”
kemudian Aisyah bertanya lagi “Apakah yang patut saya buat bila bertemu dengan
malam Qadar itu?”. Nabi berkata kepada Aisyah “Malam itu malam yang amat baik
untuk beramal dimalamnya dan amat mudah dimakbul Allah doanya”. Aisyah
bertanya lagi “Apakah doa yang paling baik untuk aku berdoa pada malam itu?”
Nabi jawab “ Kalau kamu sempat berjumpa dan mengetahui malam itu ialah malam
Qadar berdoalah
“Allah humma innaka ‘afuu ’un karimun tuhib bul ‘af wa fa’ fu ‘anni”
(maknanya Ya Allah, Kamulah Tuhan yang sangat suka mengampun,
ampunkanlah dosa-dosa saya).
Sebenarnya Nabi dah tahu yang Aisyah itu akan masuk syurga ertinya dosanya
telah diampunkan oleh Allah tetapi kenapa Nabi masih menyuruh Aisyah untuk
memohon kepada Allah agar diampunkan dosa?. Sedangkan Aisyah memang layak
untuk tidak dimasukkan ke dalam neraka, hanya layak ke syurga. Soal dosa dan
pahala dia dah tak kisah sangat tapi nabi masih menyuruhnya berdoa supaya Allah
ampunkan dosa.
Saya nak kaitkan dengan satu kisah iaitu bila Allah bagi tahu kepada nabi
Muhammad s.a.w. iaitu ada insan yang akan lahir dikalangan Tabiin (“Tabiin”
maknanya satu kumpulan insan yang tidak sempat berjumpa dengan nabi tetapi
hanya sempat berjumpa dengan sahabat nabi sahaja. Kalau orang yang sempat
berjumpa dengan nabi, itu dipanggil “Sahabat”. Kalau orang yang lahir kedunia ini
setelah nabi wafat tetapi sempat berjumpa dengan Sahabat ia dipanggil Tabiin).
Nabi berpesan kepada Umar dan Ali, “Akan lahir dikalangan Tabiin seorang insan
yang doa dia sangat makbul nama dia Uwais al-Qarni dan dia akan lahir dizaman
kamu”.
Kita telah mengenali siapa dia Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali iaitu orang-orang
yang telah disenaraikan sebagai “al-Mubasyirun bil Jannah” iaitu mereka dah
dijamin masuk syurga.
Nabi seterusnya berkata kepada Umar dan Ali, “Dizaman kamu nanti akan lahir
seorang insan yang doa dia sangat makbul. Kamu berdua pergilah cari dia. Dia akan
datang dari arah Yaman, dia dbesarkan di Yaman. Dia akan muncul dizaman kamu,
carilah dia. Kalau berjumpa dengan dia mintak tolong dia berdoa untuk kamu
berdua.”
Sama juga macam kisah Siti Aisyah tadi, Umar dan Ali bertanya kepada nabi soalan
yang sama iaitu “Apakah yang patut saya mintak daripada Uwais al-Qarni, Ya
Rasulullah? Nabi menjawab “Kamu mintak kepadanya supaya dia berdoa kepada
Allah agar Allah ampunkan dosa-dosa kalian”.

Banyak peristiwa sahabat yang berjumpa dengan nabi, mintak sesuatu yang baik
kepada mereka, nabi menjawab “Pohonlah al-Maghfirah daripada Allah swt.” Jadi
topik al-Maghfirah (keampunan) ini menjadi topik yang begitu dicari yang begitu
relevan, hatta kepada orang yang telah disenaraikan sebagai ahli syurga. Kalau
logiknya ahli syurga macam dah tak perlu kepada ampun dosa kerana mereka dah
dijamin masuk syurga, tetapi tidak, nabi masih tekankan supaya mintak Allah
ampunkan dosa.
Siti Aisyah telah bertemu dengan malam Qadar, dia telah berdoa sepanjang malam
sampai ke subuh dengan doa yang nabi ajarkan iaitu “Allah humma innaka ‘afuu
’un karimun tuhib bul ‘af wa fa’ fu ‘anni” (maknanya Ya Allah, Kamulah Tuhan
yang sangat suka mengampun, ampunkanlah dosa-dosa saya).
Memang benarlah firasat seorang nabi, Uwais al-Qarni telah muncul di zaman
Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali. Memang mereka tunggu dan cari kabilahkabilah
yang datang dari Yaman ke Madinah, akhirnya bertemu mereka dengan
Uwais al-Qarni.
Dengan pandangan mata luar, tidak mungkin dia orang yang nabi maksudkan.
Kerana orang itu pada pandangan insan-insan biasa atau orang-orang yang datang
bersama dengannya bersama kabilah menganggapkan dia seorang yang akal tidak
sempurna (wire short), sesuatu yang macam tidak betul pada pandangan orang.
Tetapi dia ada sesuatu…..

Asal usul Uwais al-Qarni
Dia asalnya berpenyakit sopak, badannya putih, putih penyakit yang tidak digemari.
Walaupun dia sopak tetapi dia seorang yang soleh, terlalu mengambil berat tentang
ibunya yang uzur dan lumpuh. Dia telah begitu tekun untuk mendapatkan
keredhaan ibunya. Bapa dia meninggal dunia ketika dia masih kecil lagi. Dia sopak
sejak dilahirkan dan ibunya menjaga dia sampai dia dewasa.
Satu hari ibunya memberitahu kepada Uwais bahawa dia ingin sangat untuk pergi
mengerjakan haji. Dia menyuruh Uwais supaya mengikhtiarkan dan mengusahakan
agar dia dapat dibawa ke Mekah untuk menunaikan haji.
Sebagai seorang yang miskin, Uwais tidak berdaya untuk mencari perbelanjaan
untuk ibunya kerana pada zaman itu kebanyakan orang untuk pergi haji dari Yaman
ke Mekah mereka menyediakan beberapa ekor unta yang dipasang diatasnya
“Haudat”. Haudat ini seperti rumah kecil yang diletakkan di atas unta untuk
melindungi panas matahari dan hujan, selesa dan perbelanjaannya mahal. Uwais
tidak mampu untuk
Ibu Uwais semakin uzur maka ibunya mendesak dan berkata kepada anaknya
“Anakku mungkin ibu dah tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkanlah
agar ibu dapat mengerjakan haji”.
Uwais mendapat suatu ilham, dia terfikir apa nak dibuat. Dia membeli seekor anak
lembu yang baru lahir dan dah habis menyusu. Dia membuat sebuah rumah kecil
(pondok) di atas sebuah “Tilal” iaitu sebuah tanah tinggi (Dia buat rumah untuk
lembu itu di atas bukit).
Apa yang dia lakukan, pada petang hari dia dukung anak lembu untuk naik ke atas
“Tilal”. Pagi esoknya dia dukung lembu itu turun dari “Tilal” untuk diberi makan.
Itulah yang dilakukannya setiap hari. Ada ketikanya dia mendukung lembu itu
mengelilingi bukit tempat dia beri lembu itu makan.
Perbuatan yang dilakukannya ini menyebabkan orang kata dia ini gila. Memang
pelik, buatkan rumah untuk lembu diatas bukit, kemudian setiap hari usung lembu,
petang bawa naik, pagi bawa turun bukit.
Tetapi sebenarnya niatnya baik. Kalau lembu kita buat begitu pagi sekali petang
sekali daripada lembu yang beratnya 20kg, selepas enam bulan lembu itu sudah
menjadi 100kg. Otot-otot (muscle) tangan dan badan Uwais menjadi kuat
hinggakan dengan mudah mengangkat lembu seberat 100kg turun dan naik bukit.
Tetapi sebenarnya niatnya baik. Kalau lembu kita buat begitu pagi sekali petang
sekali daripada lembu yang beratnya 20kg, selepas enam bulan lembu itu sudah
menjadi 100kg. Otot-otot (muscle) tangan dan badan Uwais menjadi kuat
hinggakan dengan mudah mengangkat lembu seberat 100kg turun dan naik bukit.
Selepas lapan bulan dia buat demikian telah sampai musim haji, rupa-rupanya
perbuatannya itu adalah satu persediaan untuk dia membawa ibunya mengerjakan
haji. Dia telah memangku ibunya dari Yaman sampai ke Mekkah dengan kedua
tangannya. Dibelakangnya dia meletakkan barang-barang keperluan seperti air, roti
dan sebagainya. Lembu yang beratnya 100kg boleh didukung dan dipangku inikan
pula ibunya yang berat sekitar 50kg. Dia membawa (mendukung dan memangku)
ibunya dengan kedua tangannya dari Yaman ke Mekah, mengerjakan Tawaf, Saie
dan di Padang Arafah dengan senang sahaja. Dan dia juga memangku ibunya
dengan kedua tangannya pulang semula ke Yaman dari Mekah.
Setelah pulang semula ke rumah dia di Yaman, Ibu dia berkata kepada dia “ Uwais,
apa yang kamu berdoa sepanjang kamu berada di Mekah?”. Uwais menjawab “Saya
berdoa minta supaya Allah mengampunkan semua dosa-dosa ibu”. Ibunya bertanya
lagi “Bagaiman pula dengan dosa kamu”. Uwais menjawab “Dengan terampun dosa
ibu, ibu akan masuk syurga, cukuplah ibu redha dengan saya maka saya juga masuk
syurga”.
Ibunya berkata lagi “Ibu nak supaya engkau berdoa agar Allah hilangkan sakit putih
(sopak) kamu ini”. Uwais kata “Saya keberkatan untuk berdoa kerana ini Allah
yang jadikan. Kalau tidak redha dengan kejadian Allah, macam saya tidak
bersyukur dengan Allah ta’ala”. Ibunya menanbah “Kalau nak masuk syurga, kena
taat kepada perintah ibu, Ibu perintahkan engkau berdoa”.
Akhirnya Uwais tidak ada pilihan melainkan mengangkat tangan dan berdoa. Uwais
berdoa seperti yang ibu dia minta supaya Allah sembuhkan putih yang luar biasa
(sopak) yang dihidapinya itu. Tetapi kerana dia takut masih ada dosa pada dirinya
dia berdoa “Tolonglah Ya Allah kerana ibu aku suruh aku berdoa hilangkan yang
putih pada badanku ini melainkan tinggalkan sedikit”
Allah swt. sembuhkan serta merta, hilang putih sopak diseluruh badannya kecuali
tinggal satu tompok sebesar duit syiling ditengkuknya. (Kalau bagi nabi, baginda
ada Khatam Nubuwah iaitu tanda kenabian, tanda pada nabi bersinar) Tanda
tompok putih pada Uwais sebab dia mintak agar jangan dibuang kesemuanya,
kerana ini (sopak) adalah anugerah, maka nabi sebut kepada Umar dan Ali akan
tanda ini. Tandanya kamu nampak dibelakang dia ada satu bulatan putih, bulatan
sopak. Kalau berjumpa dengan tanda itu dialah Uwais al-Qarni.
Selepas tidak lama Uwais berdoa yang demikian, ibunya telah meninggal dunia. Dia
telah menunaikan kesemua permintaan ibunya. Selepas itu dia telah menjadi orang
yang paling tinggi martabatnya disisi Allah. Doa dia cukup makbul hatta penyakit
sopak pun boleh sembuh. Mengikut al-Quran, Nabi Isa Alaihisalam yang pernah
berdoa untuk kesembuhan penyakit sopak dizamannya.
Berbalik kita kepada point asal, Sayidina Umar dan Sayidina Ali dapat berjumpa
dengan Uwais ini minta satu sahaja iaitu minta supaya doakan supaya Allah swt.
mengampun semua dosa-dosa mereka.
Ketika Uwais al-Qarni berjumpa Umar dan Ali, dia berkata “Aku datang ini dari
Yaman ke Madinah kerana aku nak tunaikan wasiat nabi kepada kamu iaitu supaya
kamu berdua berjumpa dengan aku. Aku datang ini nak tunaikan wasiat itulah”.
Maka Uwais pun telah mendoakan untuk mereka berdua.

Doa yang paling utama di malam Qadar
Seperti yang saya sebutkam dipermulaan tadi “Faya ‘ajaban liman adraka ramada
na fala yukh farulah”, Memang hairan orang yang dapat hidup sampai
Ramadan ini, tetapi dosa dia tidak diampun.
Kalau malam ini malam Qadar, fokus kita selalunya memanglah nak minta hal-hal
keduniaan. Kalau kita dapat rasakan dalam perasaan dalaman seorang insan kecil
hamba Allah ini apa yang hendak kita mintak di malam Qadar? Saya rasa orang
tidak begitu berminat untuk minta supaya diampunkan segala dosa, mereka akan
minta yang lain pula, minta saham naik, perniagaan laris, dapat kahwin lagi dua,
kaya, mesti pilihan mereka kepada kesenangan-kesenangan dunia, sedangkan
“Wallah yuridul akhirah”. Allah dan RasulNya lebih mengutamakan penghidupan
akhirat itulah yang paling mustahak sekali.
Selama ini pun kita tidak tahu bahawasanya terampunkah dosa-dosa yang telah kita
buat? walaupun kita rasa macam dosa itu Allah telah ampunkan.
Ada peluang yang macam ini iaitu malam Qadar atau berpeluang berjumpa dengan
orang-orang yang konfirm macam tadi iaitu doa-doa mereka makbul seperti orangorang
yang soleh dan seumpamanya doa yang paling utama dan besar diminta ialah
minta supaya Allah mengampunkan semua dosa-dosa kita.
Bukan kata orang lain sebagai contoh besar, hatta nabi yang dikatakan “Ghoforollah
hu mat taqadaman”, Allah ta’ala ampunkan dosa dia yang telah lalu (jika ada) dan
juga ampun untuk yang akan datang.
Tetapi kenapa nabi masih berdoa kepada Allah tiap-tiap hari tidak kurang dari
seratus kali iaitu “Astagh firruka humma waatubu ilaih”. Sehari seratus kali ,
sembahyang baginda, berdoa panjang-panjang sampai dikataka juga (hadith Aisyah)
sampai bengkak kaki nabi. Sampai Siti Aisyah berkata kepada nabi, “Ya
Rasulullah, kenapalah sampai kamu teruk-teruk beribadah hingga bengkak kaki,
sembahyang lama-lama, menangis lama-lama, tidakkah Allah telah ampunkan dosa
kamu dahulu dan kemudian?”. Nabi menjawab “Kalau demikian adanya mengapa
aku tidak menjadi hamba yang bersyukur”.
Syukur maknanya melakukan ibadah kepada Allah swt. Inilah yang saya katakan
tadi, datanglah sistem yang Islam kemukakan kepada ummah, seluruh aktiviti-aktiiti
ibadah, penumpuan kepada persiapan-persiapan yang dikatakan “Wa tazau wadu”
kesemuanya ditujukan ke arah pembersihan diri, hati, akal dan budi daripada yang
dipanggil “al-khush” (yang tidak baik).
Al-Quran memberikan satu analogi iaitu Bumi kalau sudah cantik dan subur dia
mudah menumbuhkan pokok-pokok yang bermanfaat dan bagi bumi yang kotor
(bagi maksud tidak sesuai ditanam tumbuhan) seperti tempat berbatu dan berpasir,
tanam apapun tak tumbuh, kalau tumbuh pun dia tak jadi seperti tempat yang lain.
Maksudnya sama seperti insan, kalau yang disimpan dalam diri kita ini kotor (benda
yang jijik) maka tidak akan keluar melainkan yang kotor juga. Kalau dalam diri kita
baik, dia akan menumbuhkan yang baik, amal dia baik, kata-kata dia baik, akhlak
dia baik, muammalah dia baik dan dia dikatakan orang yang baik.
Allah itu baik, Dia tidak terima amalan melainkan amalan yang baik juga. Sebab itu
dari awal Islam datang dah ada sistem seperti contoh ayat-ayat al-Quran yang awal
turun surah Al-Mudatsir, firman Allah yang bermaksud “Wahai orang-orang yang
sedang tidur, bangunlah kamu beri peringatan kepada manusia (maknanya bergerak
dalam satu wadah perjuangan, mengerakkan jiwa diri sendiri dan jiwa insan) dan
kepada Tuhanmulah kamu wajib membesarkanNya, jangan mengagungkan yang
lain, agungkan Allah swt. sahaja.
Caranya diberikan beberapa analogi seperti apa yang kamu pakai iaitu pakaian
biasa, rumah tempat tinggal, kereta yang dinaiki dan apa sahajalah mestilah yang
bersih, kamu kena sucikan dia. Sebab ini sangat kena dengan ayat yang nabi hayati.
Diantara pakaian yang nabi suka pakai ialah pakaian putih yang melambangkan suci
dan bersih. Walaupun kadangkala nabi pakai warna merah dan hitam didalam
peperangan tetapi yang paling nabi sukai ialah warna putih.
Sebab itu kita lihat, pakaian haji putih, kain kafan putih (tak pernah nampak lagi
kain kafan warna hijau, kain kafan biru lagi tak pernah nampak). Ditempat saya
masjid-masjid gunakan kain putih sebagai alas tempat sujud. Serban umumnya
putih. Serban nabi putih kadangkala ada yang hijau.
Apabila diluar memakai pakaian putih bersih maka didalam diri perlu buang segala
kekotoran. Islam mengajar agar diluar bersih sehingga kedalam diri juga bersih.
Kalaulah inilah yang nabi buat dari pada mula memanglah bulan Ramadan ini yang
utama ialah untuk membersihkan diri.
Dengan puasa yang kita buat, malam kita bertarawih, berdoa secara bersistematik
dari awal ramadan sampai akhir ramadan iaitu doa;
“Allah humma innaka ‘afuu ’un karimun tuhib bul ‘af wa fa’ fu ‘anni”
(maknanya Ya Allah, Kamulah Tuhan yang sangat suka mengampun,
ampunkanlah dosa-dosa saya).
Kalau dibuat setiap malam dari awal ramadan sampai akhir ramadan pastilah kita
jumpa dengan satu malam yang mana malam ini ialah malam Qadar. Sebab dia
pasti datang setiap tahun dibulan ramadan. Kalau kena malam itu maka sampailah
tujuan tadi kita dapat memohon daripada Allah swt. minta yang paling berharga
iaitu bermohon agar Allah mengampunkan semua dosa-dosa kita. Kalau bertemu
demikian kita sampailah kepada matlamat tadi iaitu “La’al lakum tat takun”
dengannya kamu bertaqwa, dengannya kamu sampai kepada matlamat yang
dikatakan tadi.
“Ya ‘ajaban”, memang menghairankan orang yang sempat datang Ramadan
kepadanya dia tidak manfaatkan ramadan itu untuk Allah ampunkan semua dosadosanya.
Semua krisis-krisis dunia, semua masalah yang insan hadapi didunia, yang kita
hadapi hari ini dalam semua masalah, pergaduhan, hutang yang banyak, akan
berakhir bila orang itu mati. Kita berjanji dengan orang, bertelagah, bergaduh,
semua krisis-krisis dunia ini kepada seorang insan dia habis bila dia mati.
Tetapi krisis dosa dengan Allah ta’ala khasnya krisis keimanan, krisis kerana kita
menyimpan dosa yang melibatkan iman dan sebagainya, didunia dia tidak
menampakkan masalah tetapi sebenarnya ia akan bermula apabila telah hampir nak
mati, masuk kubur lagi masalah, alam barzakh lagi masalah, sampai kepada alam
mahsyar lagi bermasalah puncanya balik kepada dosa tadi.
Sebab itu nabi telah bagi satu garis panduan yang cukup senang kita faham. Kita
tidak disuruh minta dimalam Qadar supaya turun emas dari langit, minta agar
dikasihani oleh semua orang, minta agar dijadikan ketua selama-lamanya, untung
berniaga, bukan itu yang patut diminta. Sebaliknya nabi bagi contoh kalau ini dapat
kamu capai walaupun dunia kamu susah sekejap tetapi kamu akan berakhir krisis
dunia ini bila kamu mati.
Jika kamu ada dosa ini mati bermula suatu penghidupan yang perit, malah dari
sejak nak mati sekalipun sudah bermula, sampai kepada peringkat orang-orang yang
“Zalimi an fusu hum” orang-orang yang menzalimi diri mereka dalam kehidupan
ini kerana membiarkan dosa, banyak melakukan dosa, tidak cuba untuk membuang
dosa, bila nak mati akan datang malaikat kepada mereka dengan pemukul untuk
pukul muka, belakang hingga ke punggung mereka. Ia bermula daripada nyawa nak
keluar, tergantung-gantung diantara langit dan bumi, diantara barzakh dengan tidak
barzakh, masuk kubur terseksa.
Sebab itulah nabi nak lepaskan kita daripada seksaan ini semua, nak pastikan
kepada isteri dia Siti Aisyah pun berpesan “Kalau kamu dapat malam Qadar jangan
minta yang lain selain daripada minta supaya diampunkan Allah segala dosa”.
Ingatlah juga ketika nabi berpesan kepada orang yang dia sayangi iaitu Umar (bapa
mertuanya) dan Ali (menantunya) kalau kamu berjumpa dengan Uwais al-Qarni
mintalah supaya Allah ampunkan segala dosa kamu. Begitu juga nabi berpesan
kepada sahabat-sahabat yang lain supaya bermohon supaya Allah ampunkan segala
dosa.
Penutup
Memang telah menjadi tradisi kita di Darussyifa’, kita bertemu sekali dalam bulan
Ramadan bersama-sama berbuka puasa, bersolat tarawih dan saya berpeluang untuk
berucap mengajak diri saya dan mengajak semua orang. Kita akan manfaatkan
Ramadan ini dengan fokus kita supaya tidak ada lagi dosa, kalau ada dosa
diampunkan. Caranya kita jangan tambah dosa, yang ada selesaikan. Minta ampun
yang berbaki daripadanya.
Dan AlhamdulilLah jika kita diambil oleh Allah dibulan Ramadan lebih-lebih lagi
jika kita mati di Mekah di bulan Ramadan. Macam baru-baru ini orang Malaysia
yang mati kemalangan jalanraya di Mekah, kita cemburu kerana Allah pilih dia dan
tidak pilih kita. Pilih mereka yang dalam musafir, dalam keadaan buat Umrah,
dalam bulan Ramadan pula, mati syahid dunia kerana mereka luka parah, kemudian
disembahyangkan pula di Masjidil Haram yamg setiap malam sembahyang itu
jutaan manusia yang mendoakan mereka masuk syurga. Jadi itu satu keberuntungan
kerana Allah pilih mereka. Kita pula menunggu giliran entah dimana..
Maka persediaan kepada kita, pada saya, pada saudara sekalian, kita ambil peluang
Ramadan ini untuk Allah ampunkan dosa kita semua. Supaya kita termasuk
dikalangan hamba yang akan beruntung khasnya selepas kita kembali kepada Allah
swt.
Selamat berpuasa, selamat berhari raya, maaf zahir batin, terima kasih kepada yang
menganjurkan majlis malam ini Darussyifa’ dan kita mengharapkan kepada Allah
swt. agar sentiasa menghimpunkan kita sebagai orang-orang yang sentiasa berkasih
sayang dan saling bermaaf-maafan menuju kepada kerahmatan dan keberkatan
Allah swt.

**********************************************

Tazkirah ramadan ini ditulis semula daripada rakaman tazkirah Ramadan oleh Tuan
Guru Dato’ Dr. Haron Din pada hari Khamis 12 Ramadan 1427H bersamaan 5
Oktober 2006. Mungkin terdapat kesilapan dalam penulisan semula ini
bagaimanapun sila mendengar rakaman asal untuk yang asli.
Untuk mendengar rakaman audio Tazkirah ini silalah lawat laman web
Darussyifa’ di http://www.darussyifa.org/
~*~ Related Posts Plugin for WordPress, Blogger... ~*~